Get snow effect

Jumat, 18 Maret 2011

Reformasi Budaya Sumba Kurangi Pemborosan (1)



Jumat, 18 Maret 2011 | 10:04 WIB
Oleh John Taena

 

PADANG savana yang terbentang luas di seantero Pulau Sumba sangat potensiL untuk pengembangan ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Itu sebabnya mengapa Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan Sumba sebagai salah satu pusat pengembangan ternak demi mewujudkan propinsi ternak.
 Ikon Sumba sudah jelas, Negeri Sandle Wood. Hal ini disebabkan kecintaan warga setempat terhadap kuda. Kuda sandel wood. Terkenal di seantero nusantara. Tanah Sumba juga tenar di dunia karena keunikan budayanya seperti pasola dan wisata budaya yang unik seperti kuburan megalitik, perkampungan adat dan sebagainya.

Namun keterkenalan suatu daerah belum tentu berbanding lurus dengan kemajuan masyarakat dan daerahnya. Masih banyak warga di pedalaman wilayah Sumba yang belum menikmati jalan aspal, listrik dan masih sangat terbatas akses terhadap sarana pelayanan publik seperti puskesmas dan sarana pendidikan dasar.

Kecamatan Kambata Mapambuhang di Kabupaten Sumba Timur adalah salah satu contoh. Wilayah kecamatan ini mencakup enam desa. Seluruh desa belum ada listrik. Sarana jalan serta alat transportasi menuju pusat kecamatan belum memadai.

Derajat kesehatan di desa ini, bahkan wilayah Sumba umumnya, masih memprihatinkan. Belum meratanya kehadiran sarana pelayanan kesehatan di semua wilayah mengakibatkan kualitas kesehatan masyarakat masih rendah. Kondisi ini diungkapkan pula Sekretaris Komisi Perlindungan Anak (KPA) Nasional, dr. Nafsiah Mboi dalam seminar penanggulangan HIV/AIDS se- daratan Sumba di Waingapu, Kamis (10/3/2011).

Menurut Nafsiah Mboi, angka kematian karena AIDS di daratan Sumba yang masih tergolong tinggi ini menandakan pelayanan kesehatan masih rendah. Persentase kematian akibat AIDS mencapai 70 persen, sementara untuk NTT 60 persen dan di tingkat nasional 16 persen. Sepanjang tahun 2010, ada 16 pasien HIV/AIDS yang meninggal dunia.

"Angka kematian paling tinggi dari total pasien yang kita tangani adalah AIDS," kata Direktur RSU Imanuel-Waingapu, dr. Danny.

Persoalan yang sama juga disampaikan Direktur RSUD Umbu Rara Meha Waingapu, dr. Chrisnawan Trihariantana.

Menurut dia, kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan tahun 2008. Selama periode 2008 hingga 2011 tercatat 30 penderita yang ditangani RSUD setempat. "Tahun 2011 (Januari sampai Februari 2011) ada delapan orang pasien, dan dua orang di antaranya sudah meninggal dunia," katanya.

***
Tapi saat ini geliat perubahan sudah mulai memancar dari desa. Desa Kuta di Kecamatan Kanatang, Kabupaten Sumba Timur, contohnya. Pemerintah desa setempat bersama tokoh agama, adat dan tokoh masyarakat sepakat melakukan reformasi budaya yang dirasa menghambat kemajuan masyarakat. Reformasi itu dilakukan melalui terbitnya Peraturan Desa (Perdes) yang disahkan pada hari Sabtu 12 Maret 2011.

Ada beberapa point penting reformasi yang dimuat dalam Perdes yang tidak hanya disahkan tetapi disusul sumpah adat. Itu artinya, Perdes tidak hanya memperoleh legitimasi formal yuridis tetapi dikuatkan dengan legitimasi adat dan budaya. Daya pengaruh dan mengikatnya makin kuat.

"Kalau sumpah adat ini dilanggar maka resiko ditanggung sendiri karena alam yang akan kasi teguran. Kita tidak bermaksud mengabaikan hukum formal tapi kalau ada sumpah adat ini maka akan lebih kuat lagi bagi kita untuk melakukan reformasi budaya," kata Wakil Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Kuta, Lukas Panji Anakami.

Point-point penting dalam Perdes tersebut antara lain melarang perjudian dan pencurian. Menurut Anakami, perjudian merupakan salah satu akar berbagai tindak kriminal. Kekacauan dalam rumah tangga dan pencurian merupakan akibat dari kecanduan berjudi.

"Kita tidak mau ini terjadi karena harus ada perubahan di desa kita dan mudah-mudahan menjadi contoh bagi desa-desa lain," katanya.

Hal senada dikatakan Kades Kuta, Hans Hamba Pulu. Point lainnya dalam Perdes tersebut yang juga merupakan inti reformasi budaya adalah pembatasan jumlah hewan yang disembelih saat upacara kematian maupun pesta adat lainnya.

Oleh sebab itu, lajutnya, perlu dilakukan reformasi budaya. Setiap warga Desa Kuta diharapkan agar mengikuti apa yang telah diwariskan secara turun temurun oleh leluhur orang Sumba. Namun hal-hal yang bersifat tidak produktif atau bersifat pemborosan perlu dikurangi. (bersambung)


>>>>>>>>> waikamura sumba blog <<<<<<<<

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan komentar anda untuk kemajuan info blog ini
Okey Gan...

Cara Melakukan Comment :
- ketikkan komentar anda
- Pilih format NAME/URL
- Isikan Nama anda dan alamat site(URL) anda
- Kosongkan saja bila URL(alamat site) anda tidak ada dan pilih anonymous.
- click poskan komentar

Terimakasih atas partisipasinya ^_^