Get snow effect

Minggu, 03 April 2011

Anak-Anak Rela Jalani ”Perkawinan Dini”



Minggu, 03 April 2011 17:07 



Peragaan upacara Kenoto
Walau bukan penduduk asli, namun eksistensi adat dan budaya warga suku Sabu di pulau Sumba terus terjaga. Berbagai cara terus dilakukan untuk melestarikan budaya warisan leluhur mereka di tengah terpaan arus globalisasi. Bagi yang awam atau belum pernah mengikuti perkawian adat dalam tradisi suku Sabu, mungkin saja akan bertanya, ada apa ini? Kok anak-anak duduk ditikar dan seakan dipaksa untuk mengikuti ritual adat? Padahal sejatinya pemandangan yang terjadi beberapa hari lalu di halaman SD Inpres Pada Dita, Waingapu bukanlah perkawinan ataupun pernikahan dini, yang terpaksa dilakukan oleh anak-anak yang belum dewasa.
Ya, meski dalam balutan busana adat yang didominasi kain tenun, anak-anak nampak ikhlas mengikuti upacara perkawinan adat dalam ritual adat Sabu yang disebut Kenoto. Rasa ikhlas itu lahir dari hati anak-anak untuk mendapatkan nilai baik dalam ujian praktek mata pelajaran muatan lokal di sekolahnya. Dasar inilah yang membuat anak-anak rela menjadi lurah, tua adat atau juru bicara adat bahkan pengantin laki-laki maupun perempuan.
Layaknya ritual adat Kenoto yang dilakukan orang dewasa, dialog adat, bawaan berupa sirih pinang dan mas kawin serta uang kenoto dari pengantin laki-laki, doa restu dari tokoh agama yang menggunakan bahasa daerah, hingga penandatanganan akta perkawinan adat disaksikan lurah selaku wakil pemerintah, mulus dilakukan anak-anak itu demi sahnya ’perkawinan adat’ itu.
Berakhirnya ritual adat ditandai dengan saling berangkulan dan berciuman dengan cara mempertemukan hidung sebagai tanda kedua keluarga telah menyatu menjadi satu keluarga besar.
”Kami senang bisa melakukan praktek kenoto. Walau ada salah-salah namun kami suka, kalau masih ada kesempatan lagi kami mau untuk mempraktekannya lagi,” kata Ani, Nikson, Fitri dan Budi senada kala ditemui usai menampilkan aksinya dihadapan Kepala Sekolah, Martha Kore Mega, Erwin Pasande selaku Kabid Pendidikan TK-SD pada Dinas PPO Sumtim dan tamu serta undangan lainnya.
Puncaknya adalah digelar tarian persaudaraan dan kekeluargaan yang disebut Pado’a, yakni tarian dengan mengikatkan anyaman daun lontar berbentuk persegi, yang didalamnya berisi jagung atau beras dan kacang hijau, hingga menghasilkan bunyi saat kaki melangkah dan dihentakan mengikuti suara nyanyian sang pemandu.(ion)


 >>>>>>>>> waikamura sumba blog <<<<<<<<




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan komentar anda untuk kemajuan info blog ini
Okey Gan...

Cara Melakukan Comment :
- ketikkan komentar anda
- Pilih format NAME/URL
- Isikan Nama anda dan alamat site(URL) anda
- Kosongkan saja bila URL(alamat site) anda tidak ada dan pilih anonymous.
- click poskan komentar

Terimakasih atas partisipasinya ^_^